MENGAMATI FENOMENA "CONGKAK" DI SEKITAR KITA

Written by Heri Susanto on Sabtu, April 26, 2008

Pernahkah Anda melihat seseorang yang tengah mabuk ekstasi? Jika seseorang berada di bawah pengaruh obat tersebut, ia akan tripping, geleng-geleng kepala sambil tersenyum happy. Bukan hanya itu, dia pun menjadi tidak sadar penuh dengan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Dari sinilah kemudian muncul istilah – istilah yang ada disekitar kita seperti congkak, narsis atau ngambul. Istilah itu merujuk kepada kondisi mabuk tadi. Persisnya, congkak adalah suatu keadaan ketika seseorang tengah mabuk “ekstasi”, dan yang menjadi ekstasinya adalah kepuasan ego dari orang itu sendiri

Perilaku para "Boss" itu mirip orang yang tengah mabuk, lupa daratan, dininabobokan oleh rasa tersanjung, tergoda oleh peluang untuk terus meninggikan gengsinya. Kondisi demikian bisa dijelaskan dengan istilah congkak itu tadi. Celakanya, ini semua terjadi tanpa ada orang dekat yang berani atau berhasil mengubah keputusan fatal yang akan diambil.

Dampak congkak ialah seseorang menjadi “buta” atau “kebal” terhadap aspek lain dari keberadaan dia, seperti logika, kearifan, maupun perasaan orang lain. Superego-nya kalah, dan yang penting baginya adalah memuaskan gengsi dalam dirinya. Nah, kalau seseorang sedang dikuasai kepentingan memuaskan id di atas segalanya, orang itu akan mengekspose dirinya pada satu bahaya: ia menjadi mudah dikerjain atau dimanipulasi.

Bahaya itu biasanya datang dari orang lain yang tahu bahwa orang tersebut sedang mengalami congkak. Orang lain itu biasanya orang dekat sekaligus ia percaya. Mereka dapat dengan mudah memanfaatkan situasi. Caranya? Orang yang sedang terserang congkak itu dibuat bertambah mabuk dengan berbagai pujian dan elu-eluan. “Hebat! Luar biasa! You’re the best!” Setelah orang itu tambah mabuk, dia akan makin mudah dimanfaatkan.

Ada satu kombinasi yang berbahaya, yaitu ketika seseorang yang tengah mengalami congkak lalu mendapat kekuasaan. Kekuasaan itu akan menjadi alat yang memperlama rasa bahagia semu yang dialami oleh ego yang tengah tripping. Misalnya, seseorang yang tengah dimabuk ego-nya tiba-tiba memperoleh banyak uang atau kekuasaan. Maka, dengan mudah orang yang tahu kelemahannya akan memanfaatkan pengidap congkak tadi dan menguras uangnya atau memanfaatkan kekuasaannya.

Atau, seseorang yang baru saja mendapat jabatan yang strategis lalu terpicu congkak-nya, maka dia akan menjadi individu yang berbahaya. Segala kebijakan dan rasionalitas akan mengalami distorsi. Dengan mudah dia akan dipengaruhi oleh orang yang hanya menginginkan sesuatu dari kekuasaannya. Bukankah sejarah penuh dengan penguasa mutlak yang terus dimanfaatkan oleh orang-orang dalam, inner circle, untuk kepentingan kelompok kecil mereka ?

Di sinilah dibutuhkan seorang teman sejati yang harus menyadarkan kita. Kalau tak ada teman yang menyadarkan, yang akan membangunkan kita adalah satu perkembangan yang menyakitkan akibat kelalaian ataupun keputusan yang kita buat selagi mengalami congkak. Alangkah bahagianya seseorang kalau memiliki kawan tulen yang bisa ngomong apa adanya. Di sinilah letaknya kita butuh kawan. Adalah kawan yang tulus, yang akan mengingatkan kita terhadap bahaya congkak.

Lalu, bagaimana kita tahu bahwa kita sedang mengalami congkak atau tidak ? Untuk mengetahuinya, ada sejumlah pertanyaan yang kalau dijawab dengan jujur akan dapat mengindikasikan apakah kita sedang mengalami congkak atau tidak.

Pertama, kapan terakhir Anda ingat ada seseorang yang tulus ikhlas memberikan kritik demi kebaikan Anda ? Kalau sudah lama, itu tanda-tanda Anda mengalami congkak, karena mungkin orang cenderung menjilat Anda ketimbang mengatakan apa adanya.

Lalu, kalaupun ingat ada kritikan buat Anda, pertanyaan kedua, seberapa sering kritikan dari kawan atau orang dekat menghampiri Anda. Kedua hal itu menunjukkan mutu lingkungan di mana seseorang berada. Kalau dia berada di lingkungan orang-orang yang tulus terhadapnya, maka mestinya dia sering mendapat kritik atau paling tidak masukan berharga.

Ketiga, kalau memang ada kritikan dan cukup sering, seberapa berbobot masukan yang disampaikan oleh kawan tersebut ? Kalau masukannya sekadar saran pada penampilan, boleh jadi itu hanya bagian dari basa-basi pergaulan.

Makin menyakitkan kritik atau masukan itu, maka bisa dikatakan makin berbobotlah masukan tersebut. Maka, Jika nanti Anda menjadi Pemimpin Perusahaan atau Pemimpin Organisasi Serikat Pekerja, jangan kelilingi diri Anda dengan ”yes man”. Carilah kawan sejati. Dialah yang akan menyelamatkan Anda dari bahaya congkak.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
 
Google
 

LINK