MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI

Written by Heri Susanto on Senin, Januari 28, 2008

Dalam kehidupan sehari-hari, baik di kantor maupun dalam lingkungan keluarga, seringkali dijumpai adanya gap dalam berkomunikasi. Gap tersebut menyebabkan perbedaan persepsi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan tidak jarang hal ini menimbulkan kerugian di kedua belah pihak.
Jika dilihat secara cermat maka pemicu terjadinya kesenjangan komunikasi tersebut seringkali bukan terletak pada persoalan fakta melainkan sebatas citra yang kemudian membedakan pemahaman terhadap rasa. Sebab faktanya, kedua belah pihak (atasan-bawahan, anak-orangtua, suami-istri, dst) saling membutuhkan dan ketika sudah dijelaskan atau dipertemukan, semua persoalan atau mayoritasnya bisa saling memahami.
Jika anda menyaksikan pihak-pihak yang saling membenci, maka bisa jadi penyebabnya bukan karena mempunyai watak-watak yang menjadi alasan untuk dibenci tetapi karena faktor komunikasi semata. Komunikasi lebih banyak bisa dikaitkan dengan persoalan bagaimana membentuk citra agar menghasilkan pemahaman rasa yang nyaman, maka yang dibutuhkan dalam berkomunikasi sebenarnya adalah usaha untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik, terutama sikap, tindakan, dan perasaan. Artinya, bagaimana anda memperlakukan orang lain menjadi cermin dari bagaimana anda memperlakukan diri sendiri dan selanjutnya bagaimana orang lain memperlakukan anda merupakan feedback dari perlakuan anda terhadap mereka.
Bagaimana caranya mengubah diri ke arah yang lebih baik? Ada baiknya anda perhatikan tiga hal berikut ini:
Empathy
Bagaimana anda menyelami wilayah yang dirasakan oleh orang lain tetapi anda tidak melarutkan diri di dalamnya. Sebagai atasan, dibutuhkan untuk merasakan situasi seperti bagaimana bawahan anda merasakan atau sebaliknya untuk memahami apa yang benar-benar dibutuhkan. Istilah yang lebih memudahkan adalah pengandaian dua arah. Pengandaian ini akan menajamkan sensitivity of feeling.
Analogi lain bisa digambarkan bagaimana seorang pengacara yang menjadi pembebas rakyat tertindas. Ia akan menjadi pembebas ketika ia memahami apa yang dirasakan oleh rakyat tertindas itu tetapi segara akan menjadi tertindas jika hanya sekedar merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat yang tertindas. Bedanya sangat tipis.
Dalam berkomunikasi dengan lingkungan, maka yang anda butuhkan adalah memahami apa yang dirasakan oleh mitra anda. Untuk bisa memahami menuntut lebih banyak bisa mendengarkan. Stephen Covey mengistilahkan "seek to understand first".
Pada prakteknya, orang lebih memilih untuk lebih dulu dipahami; lebih dulu berbicara tentang dirinya sebelum lebih dulu mendengarkan orang lain; lebih dulu menuntut hak sebelum kewajiban disempurnakan.
Assertive
Secara definitif bisa dijelaskan bahwa sikap assertive merupakan manifestasi dari perbaikan yang serius dalam hal bagaimana anda "memperhitungkan" keberadaan orang lain tanpa sedikitpun mengurangi perhitungan terhadap keberadaan anda dengan cara konstruktif dan fair. Memperhitungkan orang lain artinya mengakui bahwa semua manusia punya hak berbeda dengan kesamaan yang dimiliki, bukan menghakimi perbedaannya.
Di sisi lain, dengan pengakuan tersebut tidak berarti anda kehilangan "standing of points". Karena jika kehilangan, bukan lagi assertive, melainkan permissive atau aggressive. Anda mengatakan YA atau TIDAK dengan alasannya masing-masing. Tetapi jangan lupa bahwa pendirian anda tersebut diungkapkan dengan cara yang santun tetapi tegas (polite but firm). Di sinilah keahlian menggunakan ‘bahasa hidup’ menentukan. Oleh karena itu diakui bahwa bagaimana orang menggunakan bahasa menjadi cermin kualitas nalarnya. Menyampaikan gagasan perbaikan kepada atasan tentu berbeda bahasanya dengan menyampaikannya di depan rekan kerja. Sikap assertive akan menempatkan anda pada posisi untuk dihormati, bukan untuk dimanfaatkan.
Bekerjasama
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tindakan co-operative (bekerjasama) akhirnya lebih menguntungkan dari pada tindakan konfrontatif ketika konflik menuntut untuk diselesaikan. Jika kenyatannya orang lebih tertarik menyelesaikan urusan komunikasi dengan cara konfrontatif, maka sebagian penyebabnya karena lebih gampang dan lebih singkat selain juga tidak memerlukan kecerdasan dalam kadar tinggi. Seringkali cara konfrontatif menjadi penjelasan dari pertarungan egoisme posisi semata bukan untuk menjelaskan jalan menuju realisasi Visi, Misi, dan tujuan.
Padahal yang benar – benar anda butuhkan adalah realisasi dari apa yang anda inginkan bukan egoisme posisi. Ketika anda berhubungan dengan orang lain dalam bentuk apapun, sadarilah bahwa anda berbeda dan begitu mendapatkan persoalan yang menciptakan perbedaan dalam cara memahami dan menyelesaikan, maka pilihannya hanya dua:
Anda mempertentangkan perbedaan tersebut karena egoisme posisi.
atau
Anda mengubah perbedaan menjadi kekuatan sinergis dengan menciptakan alternative ketiga: saya, kamu, dan kita yang berarti Visi dan Misi bersama. Sekian kali lagi, bedanya sangat tipis. Semoga bermanfaat.
Diolah dari berbagai sumber.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
 
Google
 

LINK