DI BALIK BERITA
Written by Heri Susanto on Jumat, Maret 14, 2008Walaupun artikel ini di tulis 10 (sepuluh) bulan yang lalu namun masih layak untuk kita cermati bersama.
Bacalah dengan tenang dan amatilah setiap kalimat-kalimat yang ada.....!
APA PENDAPAT ANDA TENTANG ISI ARTIKEL INI YANG DI RILIS BISNIS.COM ?
Kamis, 21/06/2007 11:07 WIB
Siapkan mental menanti maraknya obral aset Jasa Marga
oleh : M. Syahran W. Lubis
Anda masih ingat pada awal Maret 2007 muncul gagasan dari pemerintah agar PT Jasa Marga (Persero) hanya bertindak sebagai pembangun jalan tol, tidak perlu mengelolanya ketika telah siap dioperasikan?
Saat itu harian ini dengan segera mengingatkan semua pihak terkait, termasuk masyarakat luas, agar mewaspadai kemungkinan dilepasnya aset milik pemerintah yang dikuasai Jasa Marga dengan harga miring.
Kemarin harian ini menginformasikan bahwa saham Jasa Marga di PT Lintas Marga Sedaya (LMS), investor pemegang konsesi jalan tol ruas Cikampek-Palimanan di Jawa Barat, senilai 15% dilepas kepada mitra konsorsiumnya, PT Bhaskara Utama Sedaya, dengan harga hanya Rp1,12 miliar!
Bayangkan, 15% saham dari proyek dengan nilai investasi sekitar Rp7 triliun, dihargai dengan hanya Rp1,12 miliar. Itu baru dihitung dari investasi, bagaimana bila dibandingkan dengan nilai prospeknya yang terpaksa dilepas?
Jadi, apa yang menjadi kekhawatiran tiga bulan lalu itu sudah mulai muncul, meski bentuknya berupa penjualan saham, bukan jual-beli jalan tol.
Harga yang demikian murah mungkin bisa dianggap wajar saja lantaran saham Jasa Marga 15% dalam konsorsium LMS bukan representasi penyetoran modal, melainkan masuk dalam posisi sebagai regulator ketika itu. Tetapi, hal itu juga bisa dibantah, masuknya Jasa Marga pada saat itu berperan semacam penjamin yang memudahkan segala urusan LMS dalam proses menuju perealisasian proyek sepanjang 116 km tersebut. Jadi, bukan tak ada harganya.
Jika dianggap sebagai saham kosong yang tidak berarti, sebaliknya bisa digugat: kenapa persentase saham mewakili sampai 15%? Tentu, dinilai sampai 15% karena goodwill Jasa Marga demikian berharga.
Kalau pernyataan itu ditolak, tinggal pilih mana yang mau dipermasalahkan: penjualan murah saham Jasa Marga saat ini atau saham (yang dianggap) kosong saat pembentukan LMS namun dinilai hingga 15%?
Langsung untung
Sudah hampir dapat dipastikan, Bhaskara tidak akan bodoh menjual 15% saham itu kepada calon mitra barunya, Plus Expressway Bhd Malaysia, dengan harga yang sama dengan ketika mendapatkannya dari Jasa Marga.
Plus direncanakan memiliki 55%, tapi apakah dia hanya akan membayar senilai 40% dengan 'harga utuh', sementara 15%-nya dihargai Rp1,12 miliar? Nyaris mustahil Bhaskara menempuh langkah seperti itu.
Jadi, bisa kita dikatakan bahwa Jasa Marga menjual begitu murah sahamnya dan dalam waktu yang terlalu lama Bhaskara meraup untung dari penjualan 15% itu ke Plus.
Memang dari Bhaskara sempat berkilah bahwa dana dari Plus akan masuk ke proyek, bukan jual-beli saham, karena LMS menerbitkan saham baru, Plus mengambil hingga 55%, setelah itu Bhaskara dengan mitra barunya bersama-sama menaikkan modal. Tetapi pertanyaannya sederhana saja, siapa bisa menjamin prosesnya akan seperti itu?
Di balik Bhaskara bercokol nama-nama besar. Proses yang demikian kentara-membeli murah saham BUMN, lantas menjualnya dengan harga (hampir pasti) jauh lebih tinggi-akan memerosokkan reputasi dan nama baik mereka.
Mengambil untung wajar saja, tapi kalau sudah di batas kewajaran, apalagi Jasa Marga yang BUMN itu yang jadi korban, persoalannya sudah berkembang menjadi 'tak enak didiamkan lagi'.
Tak masalah Bhaskara yang menjadi pembeli yang lebih disukai terhadap saham Jasa Marga, karena konsorsium milik sejumlah pengusaha kondang itu memegang konsesi tol Cikampek-Palimanan.
Namun, persoalan muncul manakala Jasa Marga 'kehilangan' dana yang semestinya layak diperoleh dan bisa dialokasikan untuk membangun ruas jalan tol baru. Artinya, hak rakyat untuk memiliki beberapa kilometer jalan tol terampas akibat penjualan murah saham Jasa Marga.
Kewenangan Menteri PU
Satu hal lagi yang menarik. Perubahan komposisi pemegang saham LMS dimungkinkan oleh adanya persetujuan Menteri Pekerjaan Umum (PU). Namun, ternyata Menteri PU tak sanggup mengontrol penjualan saham hingga akhirnya demikian murah.
Kalau begitu, bukankah lebih baik bila pemenang tender investasi jalan tol sama sekali tak diizinkan mengubah komposisi sahamnya. Belajar dari ketidakmampuan kontrol atas penjualan saham dua hari lalu itu, siapa berani menjamin Menteri PU sanggup mengontrol bahwa dana hasil masuknya Plus memang dialokasikan ke proyek, bukan ke pemegang saham lainnya.
Kewenangan memberi izin seyogianya diikuti dengan kemampuan yang cukup untuk mengontrol atas apa yang diizinkan itu.
Dalam beberapa hari ke depan, saya ingin melihat apakah wakil rakyat di Senayan akan bersuara atau tidak terhadap penjualan murah saham Jasa Marga ini.
Jika tak ada respons dari DPR, boleh jadi masyarakat kelak menemui kenyataan pahit aset-aset Jasa Marga terus dilepas dengan harga miring dan percepatan pembangunan jalan tol omong kosong belaka. (syahran.lubis@bisnis.co.id)
Komentar
#1 - siapa yg bermain dalam carut marut jalan tol trans jawa
Jasa Marga Dijual, Masa Depan Karyawan Terjungkal
Melansir dari berita yang beredar dari berbagai media cetak dan elektronik tentang rencana Pemerintah untuk menjual seluruh asset Jasa Marga yang di lontarkan Wapres M Yusuf Kalla dan beberapa orang anggota DPR pada akhir-akhir ini guna mendapatkan dengan cepat dana segar untuk membiayai pembangunan jalan tol Trans Jawa hanya melihat dari sisi bisnisnya saja yang hanya akan menguntungkan investor dan para perantara (broker) tanpa harus berupaya untuk membangun ruas tol baru.
Hal ini tidak hanya akan merugikan Jasa Marga sebagai Korporasi tapi juga akan berdampak pada hilangnya sistim kerja sepanjang hidup (long life employment), tingginya pengangguran, berkurangnya keamanan kerja, pengurangan jumlah karyawan dan akan berujung pada terjadinya PHK besar-besaran terhadap karyawan Jasa Marga.
Perbankan lebih percaya Jasa Marga di bandingkan Investor Swasta
Rencana penjualan hak konsesi jalan tol yang di kelola Jasa Marga karena di picu oleh Pemerintah yang mengharapkan seluruh investor tol Trans Jawa dapat menyelesaikan proses financial closing dengan perbankan sehingga pembangunan konstruksi tol sepanjang 1.150 kilometer dapat diselesaikan sesuai jadwal pada 2009.
Saat ini dari 16 ruas yang telah menandatangani Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), baru lima ruas yang merampungkan financial closing dengan bank. Setelah enam bulan penandatanganan PPJT, investor diminta segera memastikan pendanaan untuk proyek tol yang dimenanginya. Setelah batas waktu itu, pemerintah masih memberi toleransi hingga tiga bulan. Namun, jika dalam waktu tersebut tak juga memperoleh pendanaan, investor ruas tersebut dinyatakan gagal.
Total investasi pembangunan Tol Trans Jawa mencapai Rp. 92 triliun. Dari jumlah tersebut diharapkan Rp. 56 triliun berasal dari kredit perbankan. Hingga saat ini perbankan nasional sudah menyalurkan kredit sebesar Rp. 17.2 triliun kepada para investor jalan tol.
Terkait sulitnya perbankan di Indonesia untuk membiayai proyek ambisius Pemerintah dalam membangun jalan tol trans Jawa di sinyalir karena Perbankan kurang percaya akan kemampuan investor dalam membangun ruas tol walaupun mereka sudah mendapatkan tender PPJT.
Tidak dapat di pungkiri jika Perbankan lebih percaya kepada Jasa Marga untuk memberikan modalnya dalam membangun Ruas Tol Trans Jawa karena Jasa Marga mempunyai struktur modal yang kuat dan di samping itu Jasa Marga mempunyai SDM yang telah terbukti mampu membangun dan mengoperasikan jalan tol dengan baik.
Kepercayaan perbankan kepada Jasa Marga telah terbukti dengan di berikannya kredit sebesar 7,2 triliun dari Bank Mandiri, BNI, BRI untuk membiayai Jalan tol Semarang-Solo dan Gempol-Pasuruan yang merupakan bagian dari rencana Pemerintah membangun trans Jawa yang ditargetkan selesai tiga tahun mendatang.
Namun sayangnya kepercayaan yang sudah di tunjukan pihak perbankan nasional tidak berbanding lurus dengan kepercayaan Pemerintah, seharusnya Pemerintah tidak perlu ragu untuk memberikan penambahan modalnya kepada Jasa Marga dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan mendukung penuh rencana Jasa Marga untuk melakukan Privatisasi tanpa harus menjual hak konsesi jalan tol yang di kelola Jasa Marga. Jika rencana ini terwujud dapat di pastikan SDM Jasa Marga sanggup menjalankan tugas dari Pemerintah untuk mengambil alih PPJT yang gagal di bangun investor swasta.
Penjualan Hak konsesi Jasa Marga hanya menguntungkan Investor Swasta.
Pihak investor dapat dengan mudah mendapatkan pendapatan tol sejak penandatanganan pembelian ruas jalan tol yang di kelola Jasa Marga. Sedangkan sebaliknya Jasa Marga harus menanggung beratnya biaya proses pembebasan lahan, biaya beban bunga bank dan biaya pajak dengan rata-rata lamanya waktu pembangunan ruas jalan tol 3 (Tiga) tahun.
Setelah ruas jalan tol yang baru jadi, itu pun belum mendapatkan volume traffic lalulintas yang bagus. Penjualan dengan paksa ruas jalan tol yang di kelola Jasa Marga dapat di pastikan investor swasta tidak akan mempekerjakan karyawan Jasa Marga yang ada sekarang ini, mereka para investor pasti akan mempekerjakan karyawan outshourching yang biaya belanja pegawainya lebih murah di bandingkan dengan mempekerjakan karyawan Jasa Marga.
Dapat di pastikan investor swasta akan berusaha dengan semaksimal mungkin untuk mendapatkan dengan cepat titik impas pengembalian modalnya (break event point).
Sesat pikir Pemerintah atas penjualan hak konsesi Jasa Marga.
Pengertian dari Pelepasan aset Jasa Marga bukan berarti akan menjual jalan tol kepada pihak lain. Tapi, penjualan hak sebagai operator jalan tol karena jalan tol adalah "milik Negara" Yang di miliki Jasa Marga adalah hak penyelenggaraan, bukan tanah atau jalan. Tentunya hal ini merupakan hak Pemerintah namun kebijakan ini juga hendaknya memperhatikan SDM dan Jasa Marga sebagai korporasi dalam jangka panjang dan menjadi kebijakan Negara secara jangka panjang bukan hanya pada suatu masa pemerintahan saja untuk mendapatkan simpati politik yang sesaat.
Rencana penjualan ruas jalan tol yang di kelola Jasa Marga yang di lontarkan Wapres Yusuf Kalla tanpa adanya kajian yang mendalam tentang fungsi, Tugas, Wewenang dan tanggung jawab Jasa Marga yang telah diamanatkan beberapa Undang-undang dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang menjadi landasan operasional Jasa Marga.
Dari sudut bisnis sah-sah saja Pemerintah dan segelintir anggota DPR mengambil langkah tersebut. Teori ekonomi memang mengajarkan demikian, namun bagi Wapres M Yusuf Kallla yang mengaku handal dalam pengelolaan bisnis di Indonesia mestinya Implementasi dari prinsip ekonomi tidak menjadi suatu keharusan, terutama jika akhirnya akan mengorbankan core competence SDM Jasa Marga yang selama ini di kenal sebagai leader dalam hal mengoperasikan dan mengembangkan jalan tol di Indonesia.
Keinginan politik Wapres M Yusuf Kalla untuk mempercepat pembangunan jalan tol trans jawa sah-sah saja untuk di lontarkan ke publik namun keinginan yang prematur yang hanya menguntungkan segelintir orang di negeri ini patut untuk di kaji kembali.
Disinyalir niatan ini di tunggangi oleh para investor dan perantara (broker) yang hanya ingin cepat meraup untung tanpa adanya perjuangan untuk membangun ruas jalan tol yang baru.
Wapres M Yusuf Kalla "mengamputasi" fungsi Jasa Marga sebagai Korporasi
Sampai kapan pun negeri ini tidak akan mempunyai BUMN yang mumpuni untuk bersaing di tingkat global jika pemimpin negeri ini tidak meletakakan BUMN sebagai korporasi sesungguhnya, terlalu campur tangannya Pemerintah dan segelintir anggota DPR justru akan menghambat Jasa Marga untuk menggerakan laju pertumbuhan industri jalan tol di Indonesia.
Penjualan hak konsesi yang dimiliki Jasa Marga tentunya akan banyak beresiko terjadinya kejanggalan-kejanggalan yang akan menguntungkan segelintir orang di Negeri ini, belum lagi dengan pengelolaan dana yang cenderung menjadi tidak transparan karena hanya mempertahankan Jasa Marga sebagai Perusahaan Milik Negara. Sedangkan pengertian dari "Milik Negara" pun menjadi kabur, terkesan Jasa Marga tanpa pemilik. Ini akan mempertahankan Jasa Marga sebagai entitas politik bukan menjadikan Jasa Marga sebagai entitas bisnis sesungguhnya..
Untuk itu sudah saatnya bagi Wapres M Yusuf Kalla dan segelintir anggota DPR untuk mengurungkan niatnya menjual hak konsesi Jasa Marga dan tetap konsisten melanjutkan rencananya untuk melakukan privatisasi Jasa Marga agar pengelolaan Kinerja Jasa Marga lebih transparan.
Keunggulan Privatisasi dalam jangka panjang untuk Jasa Marga adalah siapa pun dapat melakukan audit secara mendalam terhadap aktivitas proyek yang dikerjakan Jasa Marga. Jangan lagi tercium aroma tidak sedap seperti pada masa pemerintahan yang lampau dari dalam berbagai praktek penyelewengan penjualan BUMN. Bahkan akhir-akhir ini merebak banyaknya kasus penyelewengan ter-anyar yang diungkap berbagai pihak yang berkompeten yakni dugaan adanya penyelewengan penjualan asset di berbagai BUMN pada pemerintahan masa yang lalu.
Kontrol publik harus dilakukan karena kita tidak mau hal serupa terjadi pada Jasa Marga yang selama ini selalu setia menyumbangkan industri infrastruktur jalan dan jembatan tol di Indonesia tanpa mendapatkan empuknya dana subsidi dari pemerintah. Kita tidak ingin terjadi sama dengan pengalaman pemerintahan di masa lalu yang terjadi penyelewengan dan krisis di saat Direksi dan para karyawan melakukan efisiensi, pemborosan dan penyelewengan malah terjadi di lingkar kekuasaan Pemerintahan dan segelintir anggota DPR.
Apa yang harus Karyawan lakukan ?
Jika hal ini terjadi tidak ada jalan lain untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh karyawan Jasa Marga maka kita harus menekan Pemerintah untuk membatalkan rencananya tersebut.
Kita seluruh karyawan harus mengadakan aksi turun ke jalan dan menutup seluruh operasional jalan tol yang kita kelola agar tejadi kemacetan lalulintas yang luar biasa. Tindakan kita ini bisa di pastikan akan mendapat sorotan dari berbagai media cetak dan elektronik dalam dan luar negeri yang akan menekan Pemerintah.
Jadi wajar jika Meneg BUMN, Direksi dan Serikat Karyawan Jasa Marga menolak langkah "sesat" Pemimpin Negeri ini yang menjual retorika politik demi pembangunan industri jalan tol untuk rakyat namun sesungguhnya yang terjadi hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok politiknya saja tanpa melihat peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan operasional Jasa Marga*****
heri - indonesia @ 22/06/2007 - 22:48 WIB dari 222.124.68.180 (180.subnet222-124-68.speedy.telkom.net.id)
Sekarang Pertanyaannya
Apakah artikel yang di rilis bisnis.com terkait dengan mundurnya Direktur operasi Jasa Marga ?