UPAYA MENCARI AKAR MASALAH (Part1)

Written by Heri Susanto on Sabtu, Maret 22, 2008

Akhir-akhir ini kita semua memahami betul apa beban yang kita rasakan. Di tengah persaingan usaha yang semakin ketat, memang mengerikan jika harus memimpin sebuah perusahaan besar yang kinerjanya ternyata berada dibawah rata-rata, tanpa tahu apa yang menjadi penyebabnya. Saya ikut prihatin. melihat perkembangan dan fluktuasi harga saham kita yang sering merosot, saya berpendapat bahwa kita memang harus mencari akar masalahnya.

Pada artikel kali ini saya terinspirasi tulisan Pak Hasanudin yang berjudul Everybody – Somebody – Anybody – Nobody dan Kompetisi Ogaah aaah...Iyaa deeeHHH!. Saya pikir analogi yang di gambarkan oleh beliau pada artikel yang berjudul Everybody – Somebody – Anybody – Nobody dengan jelas terlihat kecenderungan pekatnya aroma office politic yang menyelusup menjadi suatu budaya dalam tubuh Perusahaan yang berakibat menurunnya efektifitas Perusahaan.

Beberapa tanda yang mencuat diantaranya adalah bagaimana orang-orang di dalam Perusahaan berpikir berdasarkan agenda mereka sendiri-sendiri. Ujung-ujungnya, intrik dan kemelut melanda Perusahaan. Akibatnya, fokus perhatian lebih mengarah ke dalam lingkungan internal Perusahaan saja dan cenderung mengabaikan pelanggan.

Masih ada beberapa budaya yang tidak layak dipertahankan selain yang digambarkan diatas. Di antaranya adalah, dictator culture, cost cutting culture, blame culture, bureaucratic and process culture, they culture dan inside out culture

Dari namanya kita tentu sudah dapat meraba budaya macam apa yang tersirat dari sebutan-sebutannya. Inside out culture lebih mementingkan kebutuhan Perusahaan daripada pelanggan. Cost cutting culture hanya berorientasi untuk menekan biaya. Dalam Blame culture kita akan melihat banyaknya orang yang berburu kambing hitam, tanggung jawab adalah barang langka. Ini tentu masih bersaudara dengan They culture, mereka yang sibuk menyalahkan sehingga merasa aman dan segala sesuatu berjalan lancar-lancar saja. Budaya-budaya ini tentu saja lebih sering tidak muncul secara formal. Bahkan, keberadaannya seringkali diingkari.

Bagaimana mencari akar masalahnya ?

Pada uraian selanjutnya dibawah ini saya terinspirasi dari artikel Pak Hasan yang berjudul Kompetisi Ogaah aaah...Iyaa deeeHHH! Tentunya dalam hal berkompetisi haruslah mempunyai etika namun sering kali dalam memenangkan kompetisi ini kita acapkali lupa untuk berkolaborasi dan mempunyai keterpaduan.

Lebih jelasnya mengapa kinerja kita turun yang menyebabkan pula harga saham kita turun karena ada beberapa akar masalahnya.

Pertama, saya merasa bahwa program-program dan Key Performace Indicator (KPI) yang kelihatannya tidak terintegrasi, kurang memiliki keterkaitan dan tak saling sinergi, sehingga tidak berdampak bagi perusahaan. Ini mungkin terjadi karena program-program dan KPI-nya disusun secara sendiri-sendiri oleh masing-masing direktorat. Akibatnya memang meskipun target dari masing-masing direktorat tercapai, dampaknya tidak terasa bagi perusahaan.

Kedua, program-program dan KPI yang di buat perusahaan sudah terintegrasi dan memiliki keterkaitan, tapi kinerja perusahaan tetap kurang memuaskan, berarti di sini adalah masalah dalam hal kebersamaan (kolaborasi) dan keterpaduan (kohesivitas) . Mungkin tingkat kolaborasi dan kohesivitas pada perusahaan kita masih rendah. Kondisi ini biasanya tercermin dari rendahnya kesediaan antar karyawan untuk saling bekerja sama.

Mengapa dua hal tadi bisa terjadi?

Di sini kelihatannya ada masalah menyangkut Visi perusahaan. Visi itu sederhananya begini. Mau ke mana perusahaan kita dalam lima atau sepuluh tahun mendatang ? Adakah visi ini cukup menantang dan menjadi milik bersama dari orang-orang yang bekerja di dalamnya, sehingga mereka terpikat untuk merealisasikannya.

Membutuhkan Kedewasaan Pemimpin

Tentunya dalam menyikapi turunnya kinerja Perusahaan yang berakibat pula terhadap turunnya harga saham. Dibutuhkan kedewasaan seorang pimpinan yang baik dan harus bisa bekerja bersama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa ia harus bekerja dengan kekuatan- kekuatan, kelemahan-kelemahan, kesanggupan, dan kekurangan-kekurangan dari orang lain itu. Jika dia menjadi pemimpin yang dewasa, dia akan menghargai perbedaan yang ada tersebut dan tidak akan mencoba untuk membentuk orang lain agar sesuai dengan keinginannya sendiri dan tidak memperalat bawahan untuk kepentingannya sendiri. Ia sanggup untuk menerima kenyataan yang ada, bahwa setiap orang memiliki andil terhadap hasil akhir suatu pekerjaan yang dikerjakan secara bersama-sama (teamwork).

Hal ini bukan berarti bahwa seorang pemimpin yang dewasa mempunyai hati yang lemah. Ia menerima orang lain, bukan berarti memanjakan mereka untuk selamanya termasuk jika kekurangan mereka (bawahan) akan mengganggu dan mempengaruhi tujuan secara keseluruhan. Seorang pimpinan yang dewasa harus mampu mereposisi seseorang yang tidak lagi memberikan sumbangan terhadap kemajuan atau kebaikan Perusahaan. Hal ini penting sebab merupakan suatu ketidakadilan bagi perusahaan dan orang lain jika orang yang tidak lagi mampu memberikan kontribusi masih tetap dipertahankan.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
 
Google
 

LINK