ANTARA HOLDING COMPANY JSMR DENGAN CORPORATE STRATEGYC NEGARA
Written by Heri Susanto on Kamis, Oktober 22, 2020Proses pembentukan Holding Company BUMN Jalan Tol ini sebenarnya sudah dimulai sejak
lama.
Inisiasi awal dimulai dari master
plan BUMN di era Menteri BUMN pertama (Tanri Abeng, tahun 1999) lalu direvitalisasi oleh Menteri BUMN Sugiharto (Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid Pertama) melalui master
plan BUMN 2005 - 2009. Namun, situasi dan proses politik yang rumit disamping karena kurangnya komitmen pemerintah dan para pemangku kepentingan
lainnya saat itu, akhirnya
proses tersebut sulit dieksekusi.
Pada periode Kementerian
BUMN di era Rini Sumarno komitmen pemerintah untuk mengeksekusi konsolidasi BUMN ini terlihat cukup kuat meskipun dukungan dari DPR masih terbelah. Namun, pada periode Kementerian
BUMN saat ini di era Erick Thohir eksekusi
HC BUMN dalam perspektif yang berbeda. Saat ini setiap Korporasi BUMN harus
mempunyai core business dan core competence. Hal inilah yang mendasari Holding Company
JSMR (HC JSMR) untuk fokus kepada JMTM, JMTO dan JMRB sebagai salah satu bisnis utama
HC JSMR. Sebagaimana Visi dari Kementerian BUMN di era Erick Thohir dalam
rangka mewujudkan HC JSMR sebagai Leader Industri
Jalan Tol di Indonesia dan tataran regional Asia maka JSMR juga harus menata
kembali hal yang terkait Corporate Action, Platform Business dan
Sustainable Plan.
Mungkin banyak yang bertanya apa sebenarnya Ekspektasi Publik Terhadap Holding Company Jasa Marga ?
Pertama, perlu diketahui bahwa meskipun HC JSMR merupakan salah satu pemain utama di dalam negeri, namun apabila dibandingkan perusahaan-perusahan sejenis di tingkat internasional, maka pangsa pasar (market share) HC JSMR di industri Jalan Tol kita relatif kecil. Keadaan ini mengakibatkan biaya pendanaan (cost of capital) yang relatif lebih tinggi dan nilai pasar yang lebih rendah. Akibatnya, kemampuan HC JSMR di industri perJalan Tolan dalam melakukan investasi besar di sektor ini menjadi terbatas. Kedua, kini posisi HC JSMR di sektor Jalan Tol juga terindikasi pada masa yang akan datang semakin tergerus dengan masuknya modal asing.
Nah, dengan ekspektasi publik terhadap Holding Company Jasa Marga ke dalam struktur yang terintegrasi ini diharapkan akan menghasilkan hal-hal positif. Meningkatnya persepsi positif investor atas penilaian (valuation) dari HC JSMR, hal ini akan berdampak peringkat (rating) gabungan yang lebih baik sehingga faktor pengalinya (multiple factors) menjadi meningkat dibandingkan dengan apabila HC JSMR tidak terkonsolidasi. Seiring dengan meningkatnya nilai perusahaan, kemampuan pendanaan modal dan akses ke pasar modal (baik ekuitas maupun obligasi) menjadi lebih efektif sehingga menurunkan biaya modal.
Ketiga, gabungan dari beberapa Bisnis HC JSMR yang memiliki unit bisnis yang cenderung typical tentunya menjadi keunggulan tersendiri di mata investor. Portofolio konstruksi dan Pengoperasional jalan Tol serta pengembangan bisnis jalan tol menawarkan portofolio yang terdiversifikasi kepada para investor. Aset dengan diversifikasi pada umumnya memiliki pengamanan terhadap risiko daur bisnis tiap-tiap sektor bisnis. Sehingga, bila salah satu sektor bisnis sedang mengalami daur bisnis yang menurun, perusahaan dan investor masih memiliki sektor bisnis yang potensial berada dalam daur bisnis yang tinggi. Dengan demikian, secara tidak langsung pendapatan (revenue) perusahaan menjadi lebih terjamin.
Keempat, tak kalah penting bahwa melalui ekspektasi publik terhadap HC JSMR ini adalah terjadinya sinergi yang lebih baik. Sinergi yang didapat antara lain melalui penyatuan unit-unit non produksi seperti keuangan, teknologi informasi, dan sumber daya manusia (SDM), maupun aktifitas marketing dan pengembangan, sehingga efisiensi biaya dan peningkatan pendapatan akan terbentuk.
Ekspektasi publik terhadap HC JSMR diharapkan akan meningkatkan efek leverage dari konsolidasi HC JSMR dan kemampuan investasi. Peningkatan kemampuan investasi ini akan berdampak positif bagi pengembangan bisnis, terutama sebagai pelaku industri jalan tol terbesar di Indonesia, yang masih diharapkan menjadi agen pembangunan (agent of development) oleh pemerintah.
HC JSMR yang lebih besar kapasitasnya akan lebih mudah didorong untuk pengembangan produk hilir (hilirisasi industri) yang saat ini Indonesia masih tertinggal. HC JSMR yang besar juga dapat menjadi alat pemerintah dalam rangka “nasionalisasi” Jalan Tol-Jalan Tol strategis melalui akuisisi saham perusahaan Jalan Tol asing yang sesuai kontraknya, kepemilikan sahamnya suatu saat dilepas ke Indonesia, seperti contohnya yang terjadi di PT Freeport Indonesia. Pada ujungnya, upaya mewujudkan Pasal 33 UUD 1945, yaitu pengelolaan kekayaan negara untuk kesejahteraan masyarakat lebih dapat diwujudkan.
Tentunya, tetap tidak mudah untuk mewujudkan hal-hal positif yang menjadi sasaran dari ekspektasi publik terhadap HC JSMR. Potensi kemampuan memperoleh dana yang lebih besar (baik melalui hutang maupun non-hutang) bagi pengembangan investasi, tentunya perlu dibarengi dengan kemampuan manajemen investasi yang baik. Bila tidak, kesalahan investasi yang terjadi pasti berpotensi membuat perusahaan terpuruk dan berujung pada gagalnya tujuan ekspektasi publik terhadap HC JSMR. Oleh karena itu, Seharusnya Negara menugaskan Jasa Marga sebagai Corporate Strategyc dalam industri Jalan Tol di Asia. Dengan penugasan ini maka Jasa Marga sebagai Corporate Strategyc Negara dalam industri Jalan Tol perlu memperkuat Human Capital-nya terutama di bidang keuangan dan investasi. Penulis mengusulkan agar HC JSMR fokus bukan hanya menjadi Operating Holding Company tapi juga fokus menjadi Non - Operating Holding Company Artinya, HC JSMR harus membebaskan bisnis operasionalnya yang tidak strategik. HC JSMR bisa menjadi Investment Holding atau Strategic Holding. Dengan demikian, HC JSMR perlu menjadikan aset operasionalnya seperti JMTM, JMTO dan JMRB yang kini menjadi bisnis intinya menjadi perusahaan publik melalui Initial Public Offering (IPO) ***** 05258