POTENSI KRISIS EKONOMI GLOBAL DI INDONESIA TAHUN 2022

Written by Heri Susanto on Kamis, Agustus 18, 2022

MENGAMATI PENYEBAB DAN DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL 
DI INDONESIA TAHUN 2022

Oleh : Heri Susanto/05258

Resesi dunia bisa segawat ini. Situasi sepanjang tahun 2022 berpotensi hingga tahun 2023, semuanya semakin tak pasti. Berbagai perkembangan menebar kekhawatiran, bertemunya pandemi Covid 19 Varian baru BA4 dan BA5, Perang antara Rusia dengan NATO di Ukraina yang berdampak kepada krisis energi, krisis pangan, permasalahan supply chain dan keuangan yang berujung pada resesi ekonomi global. 

Gejolak terjadinya krisis ekonomi global sudah bisa dirasakan sejak awal tahun 2022 karena pada saat itu ekonomi global mengalami penurunan pertumbuhan yang diikuti dengan peningkatan inflasi.

Potensi Ketidakstabilan Sistem Keuangan

Dalam kondisi krisis keuangan, kredit, dan ekonomi yang sedang melanda dunia saat ini di tahun 2022, ada baiknya kita melihat kembali sebab dan mekanisme timbulnya krisis keuangan yang sudah berulang-ulang melanda berbagai ekonomi dunia.

Kali ini, penulis mencoba melihatnya dari segi potensi ketidakstabilan sistem keuangan karena terhambatnya peran institusi keuangan sebagai penengah (intermediary) antara pihak yang berlebihan modal dan pihak yang memiliki kesempatan investasi yang baik dari kacamata ekonomi.

Krisis ini terjadi bukan hanya di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara yang secara ekonomi lebih maju. Sebut saja krisis ekonomi dan perbankan Asia mulai tahun 1997,  krisis savings and loans (simpan pinjam) di Amerika Serikat tahun 1980s, krisis finansial di Chili mulai tahun 1982, di Meksiko tahun 1994, dan Argentina tahun 1999, krisis perbankan di Islandia 2008, krisis ekonomi AS di awal tahun 1930an, krisis keuangan di Inggris tahun 1992, Jepang tahun 1989, krisis ekonomi Global 2022 di USA dan Negara-negara Eropa.

Pertanyaannya, apakah benang merah yang dimiliki dari semua krisis di atas ? Dan bagaimana prosesnya ?

Sebelumnya, mari kita lihat kembali apa peran institusi keuangan seperti bank dan pasar modal dalam sebuah sistem ekonomi. Fungsi utama mereka sebenarnya cuma satu, sebagai penghubung antara pemilik modal dan pemilik kesempatan investasi yang baik. Tanpa adanya institusi keuangan yang sehat, pertumbuhan ekonomi suatu peradaban akan berkembang tidak sebesar potensinya. Hal ini bukan berarti bahwa dengan adanya sistem keuangan yang sehat, maka otomatis pertumbuhan ekonomi akan pesat. Demikian pula sebaliknya. Isu tentang pertumbuhan ekonomi jauh lebih kompleks.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan regulasinya, peran dari perbankan versus pasar modal dari setiap negara akan tumbuh berbeda. Misalnya, sistem penyaluran dana di AS dan Inggris didominasi pasar modal. Akan tetapi, Jerman, Jepang dan China didominasi oleh sistem perbankan. Negara-negara berkembang, seperti Indonesia biasanya didominasi sistem perbankan. 

Akhir-akhir ini, muncul pula institusi keuangan yang aktif dalam perbankan dan juga pasar modal sekaligus.

Krisis keuangan suatu negara terjadi ketika fungsi intermediasi (penyalur) institusi keuangan kolaps. Benang merah dari kolapsnya fungsi intermediasi tersebut, biasanya adalah diawali dengan easy money di mana institusi keuangan menyalurkan dana-dana produktif kepada tujuan investasi yang tidak produktif. Penyaluran ini bukan hanya dalam bentuk kredit, tapi bisa pula dalam berbagai bentuk investasi saham kepada sektor-sektor yang kurang produktif dibanding dengan sektor-sektor lainnya. 

Uang begitu gampang memasuki satu sektor dan melalaikan sektor lainnya. Contoh pesatnya proyek infrastruktur di Indonesia.

Penulis pertegas lagi, sumber masalahnya bukanlah sistem kredit. Tapi masalahnya adalah sistem penyaluran yang mudah ke sektor yang tidak produktif, baik itu dalam bentuk kredit ataupun bukan. Sebut saja krisis dot.com di AS tahun 2000-an. Krisis proyek-proyek Infrastruktur di Indonesia sejak 2017 sampai sekarang. 

Oleh karena itu, menggantikan sistem kredit bukanlah solusi. Solusinya adalah menghilangkan kredit/penyertaan modal yang disalurkan dengan mudah tanpa melihat kelayakan penyaluran tersebut. Berdasarkan hal inilah Menteri BUMN Erick Thohir mewajibkan Feasibility Study semua proses bisnis di perusahaan BUMN.

Easy Money

Easy money sendiri bisa tumbuh karena berbagai hal, misalnya 

(a) liberalisasi sistem perbankan yang menyebabkan berkembanganya banyak bank tanpa kemampuan bank-bank dalam mengelola resiko, 

(b) adanya hot sector..the next big thing seperti .com, dan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.

(c) campur aduk pemerintah misalnya dalam pemberian kredit perumahan ala Fannie Mae dan Freddie Mac di AS, pembangunan gedung2 super di Dubai, proyek-proyek pembangunan jalan tol dan kereta cepat Jakarta - Bandung di Indonesia atau tidak adanya insentif antara pemberi kredit untuk mendapatkan nasabah yang layak karena adanya alat untuk segera menjual kredit tersebut seperti kasus subprime mortgage di USA. 

Easy money juga difasilitasi oleh sistem mata uang yang tidak sepenuhnya dijamin dengan emas. Akan tetapi, sistem emas juga punya masalahnya sendiri 

Lalu bagaimanakah easy money menyebabkan krisis keuangan ?

Mekanismenya sedikit berlainan tergantung dari arsitektur sistem keuangan negara yang bersangkutan dan kondisi sistem keuangan global pada saat itu.

Misalnya, sistem keuangan negara maju biasanya didominasi dengan pasar modal, hutang dalam mata uang lokal, hutang dengan jangka panjang, dan sejarah inflasi yang cukup rendah dan stabil.

Negara-negara berkembang, di lain pihak, biasanya didominasi perbankan, hutang yang berjangka pendek, dan inflasi yang cenderung lebih tinggi dan lebih bervariasi. Selain itu, sebagian negara berkembang memiliki hutang dalam mata uang asing yang cukup tinggi karena perusahaan-perusahaan di negara itu tidak bisa menarik dana dalam mata uang lokal dengan murah.
Perbedaan hal di atas berpengaruh pada mekanisme timbulnya krisis keuangan.

Kondisi easy money biasanya akan kolaps bila terjadi 4 (empat) hal ini. 

(1) Naiknya suku bunga, 

(2) Penurunan kualitas balance sheet (equity jauh lebih kecil dari liability) perbankan , 

(3)  Turunnya nilai aset-aset seperti saham ataupun properti, dan

(4) Naiknya ketidakpastian.

Naiknya Suku Bunga

Negara biasanya memasuki krisis setelah naiknya suku bunga domestik yang biasanya dimulai karena naiknya suku bunga dunia. Misalnya, krisis di USA dan Eropa sekarang ini di tahun 2022.  Dimulai setelah naiknya suku bunga di  Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed)  kemudian Bank Sentral Eropa (ECB) dan diikuti oleh Bank Sentral Negara lainnya di seluruh dunia.    

Hal ini terjadi karena kenaikan suku bunga membuat bank lebih memilih-mikih nasabah karena resiko gagal bayar lebih tinggi dalam kondisi seperti ini. 

Penurunan Kualitas Balance Sheet (Equity Jauh Lebih Kecil Dari Liability) Perbankan

Pertama, perusahaan yang aktif mencari dana dalam kondisi bunga tinggi biasanya adalah mereka yang lebih beresiko dalam bisnisnya. 

Kedua hal ini menyebabkan aliran modal ke sektor riil dan sektor infrastruktur berkurang yang akhirnya akan memperburuk balance sheet dari perusahaan-perusahaan di sektor riil dan sektor infrastruktur. Karena equity dari nasabah adalah buffer bagi pemberi kredit, maka sebagai konsekuensinya, balance sheet dari bank-bank pun akhirnya akan lebih buruk.

Berkurangnya kualitas balance sheet perbankan juga bisa terjadi karena tingginya tingkat gagal bayar nasabah. Dalam rangka mempertahankan  balance sheet yang baik (capital adequacy ratio tinggi), bank akan enggan untuk menyalurkan kredit. Bahkan, bila modal bank lebih kecil dari minimum, dia akan dipaksa untuk mendapatkan modal baru.

Ada 5 (lima) Perusahaan BUMN yang mendapatkan proyek-proyek infrastruktur namun Equity Jauh Lebih Kecil Dari Liability, yaitu 

Berdasarkan data dari RTI Business 25 Juli 2022

Jasa Marga
Equity     : 20,92 T
Liability  : 73 16 T

Waskita Karya
Equity     : 10,78 T
Liability  : 86,08 T

Wijaya Karya
Equity     : 13,05 T
Liability  : 51,95 T

Adhi Karya
Equity     :   5,89 T
Liability  : 32,91 T

PT Pembangunan Perumahan
Equity     : 10,88 T
Liability  : 42,15 T

Turunnya Nilai Aset-Aset Seperti Saham atau pun Properti

Turunnya nilai aset-aset seperti jalan tol, properti, saham, dll akan mengurangi nilai agunan yang dipegang bank. Jika nasabah gagal bayar, maka harapan terakhir adalah dari agunan. Akan tetapi jika nilai agunan turun, maka nilai aset bank juga turun. Ketika nilai aset bank turun, maka ia harus mengurangi kredit ataupun menambah modal untuk mempertahankan balance sheet-nya.

Naiknya Ketidakpastian

Ketidakpastian terjadi bisa karena unsur instabilitas politik ataupun adanya "Nyaris kebangkrutannya" perusahaan-perusahaan BUMN Karya ternama. Dalam ketidakpastian, kemampuan perbankan dalam memilah proyek infrastruktur yang baik dan proyek infrastruktur yang buruk akan berkurang. Karenanya, mereka akan cenderung mengurangi penyaluran kredit.

Keempat hal tersebut masing-masing menyebabkan berkurangnya aliran modal dalam sistem keuangan. Dalam kondisi yang parah, terjadilah credit squeeze.

Ketika salah satu dari ke-empat hal di atas terjadi, ketidakstabilan sistem keuangan akan segera terlihat. Bila ke-empatnya muncul bersamaan dan cukup signifikan, maka krisis finansial biasanya akan datang.

Bila gejala tersebut terjadi dalam negara berkembang, maka konsekuensinya biasanya lebih parah. Krisis perbankan biasanya dibarengi dengan krisis mata uang. Apalagi bila dalam ekonomi tersebut terdapat banyak hutang dalam mata uang asing.

Penurunan Kualitas Balance Sheet Perbankan

Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Penurunan kualitas balance sheet perbankan akan membuat bank sentral sangat sulit untuk mempertahankan mata uang lokal. 

Jika bank sentral berusaha mempertahankan kurs mata uang dengan cara menaikkan suku bunga, maka hal ini juga akan membuat kualitas balance sheet perbankan lebih parah lagi. Oleh karena itu, ketika tekanan terhadap mata uang membesar, Bank Sentral menjadi terjepit. Bila ia menaikkan suku bunga untuk mempertahankan mata uang, maka perbankan akan kolaps karena sekarang saja perbankan di Indonesia sudah rapuh. Karena para pemegang modal tahu bahwa bank sentral tidak akan sanggup mempertahankan, maka kemungkinan untuk bet against the local currency juga semakin kuat. 

Di lain pihak, ketika mata uang tidak dipertahankan dan jatuh, perusahaan-perusahaan yang meminjam dalam mata uang asing akan kolaps. Seperti buah simalakama. Itulah yang terjadi di Indonesia tahun 1997an dan berpotensi terulang tahun 2022. Rupiah jatuh babak belur.

Hutang Indonesia per 31 Mei 2022

Kementerian Keuangan melaporkan hingga 31 Mei 2022, posisi utang mencapai Rp 7.002,24 triliun, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,88%.

*Rincian Komposisi Hutang Negara Indonesia.

Secara rinci, komposisi utang hingga 31 Mei 2022 berasal dari penarikan Surat Berharga Negara (SBN) yang sebesar Rp 6.175,83 triliun atau mencapai 88,20%.

Dalam bentuk rupiah (domestik) sebesar Rp 4.934,56 triliun yang berasal dari penerbitan Surat Utang Negara sebesar Rp 4.055,03 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp 879,53 triliun.

"Berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah) yaitu 70,68%. Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 7 Juni 2022 mencapai 16,74%,".

Adapun komposisi utang dalam bentuk valas sebesar Rp 1.241,27 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp 967,67 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara sebesar Rp 273,6 triliun.

Sementara itu, komposisi utang yang berasal dari pinjaman sebesar Rp 826,4 triliun atau mencapai 11,8%, terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 14,74 triliun.

Kemudian, utang yang berasal pinjaman luar negeri sebesar Rp 811,67 triliun, terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 280,32 triliun, multilateral sebesar Rp 488,62 triliun, commercial banks Rp 42,72 triliun.

Krisis keuangan akan segera merambat ke sektor-sektor lain

Oleh karena itu, untuk menghindari krisis keuangan, Indonesia memerlukan sistem keuangan yang sehat. Untuk menggawangi sistem keuangan yang sehat, kita perlu otoritas keuangan seperti Bank Sentral dan Bapeppam yang independen dan profesional. 

Walaupun bukan sebagai substitusi, sistem keuangan syariah juga bagus untuk dikembangkan untuk menambah diversifikasi aliran modal. 

In any complex system, up to a certain point, diversification will lead to more resilient system.

SIstem Keuangan Indonesia Tidak Sehat

Untuk saat ini tahun 2022, penulis rasa sistem keuangan Indonesia tidak sehat. Hal ini seperti terulang di tahun 1997-an. Menurut pengamatan penulis perbankan Indonesia saat ini tahun 2022, juga tidak kokoh, terutama dari besarnya hutang luar negeri  dalam mata uang asing. Indonesia pasti terkena dampak krisis ekonomi global tahun 2022, skalanya lebih besar dari tahun 1997-an.****HS05258

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
 
Google
 

LINK