BELAJAR DARI VALUE CREATION ALA COW BOY DI MASA LALU

Written by Heri Susanto on Sabtu, Mei 17, 2008

Kata efisiensi dalam pola pengembangan SDM seolah menjadi mantra sakti bagi para manajer di jajaran yang terkait dengan SDM pada masa lalu Salah satu jurus sakti yang dipakai "mereka" yakni dengan mengadakan test penjenjangan kelas jabatan, Tujuannya sungguh mulia yakni untuk memberikan apresiasi untuk karyawan. Untuk merealisasikan ini, "mereka" terpaksa mengikat kontrak kerja dengan sejumlah perusahaan konsultan pengembangan SDM yang biayanya sangat mahal akibat adanya kebijakan yang keliru dari petinggi di Direktorat SDM.


Nah, di sinilah letak persoalannya karena ditemukan dugaan penerapan value creation ala Cow boy dalam proyek test penjenjangan kelas jabatan. Pengadaan proyek ini sungguh tidak rasionil karena dari banyaknya karyawan yang mengikuti test, hanya segelinter karyawan yang dinyatakan lulus. Hal ini sungguh menyedihkan sekaligus menggelikan. Efisiensi dalam pola pengembangan SDM yang seharusnya untuk berhemat, malah justru menyebabkan pemborosan. Sungguh di luar logika akal sehat.


Lucunya lagi, di tengah kebobrokan di masa yang lalu ini, karyawan yang telah dinyatakan lulus harus menerima nasib sial dari urusan kasak – kusuk ini dengan menghilangkan baris dan ruang pada pola remunerasi yang baru (diskonto). Disinilah saatnya para pimpinan Perusahaan membenahi hal-hal yang ganjil di jajaran "mereka".


Dengan berbagai dalih "mereka" perlu merevisi sistem remunerasi yang ada agar para oknum manajer di jajaran manajemen SDM yang sudah dapat di duga untuk memainkan proyek baru dengan mengadakan test ulang dengan pola yang berbeda.
Para oknum ini rupanya lebih suka mencari peluang di tengah kesengsaraan karyawan di lapisan bawah ketimbang mengutamakan mutu pelayanan kepada sesama karyawan yang nota bene telah diproklamirkan Pimpinan Perusahaan yang tertinggi sebagai etalase dari Perusahaan.


“Mereka” lebih senang melempar kesalahan daripada melakukan koreksi internal. Maka, tidak mengherankan jika kinerja "mereka" selalu dinilai abu - abu. Inilah potret buruk kinerja sebagian besar oknum di jajaran ini di masa yang lalu, mereka sepertinya lebih suka mencari tender kontrak ketimbang memenuhi kontrak sosial dengan memberikan pencerahan kepada sesama karyawan yang berada di lini depan.


Bukan rahasia umum lagi jika inefisiensi terjadi di Perusahaan karena ada borok di jajaran ini yang ironisnya, mereka malah yang selalu berteriak tentang efisiensi. Dan borok tersebut berujung pada kata dugaan adanya penyelewengan dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Ibarat manusia, borok di jajaran manajemen SDM sudah menjalar dari ujung kaki sampai ke kepala akibat adanya sistem yang keliru ini. Tapi, borok tetaplah penyakit. Sekecil apa pun jika dibiarkan bisa mematikan. Apalagi, jika penyakit itu sudah mewabah. Borok di jajaran manajemen SDM karenanya perlu segera dibasmi dan bila perlu "sumbernya" pun diamputasi……!!!!!


Pertanyaan yang harus segera dijawab jajaran Direksi adalah apakah jajaran manajemen yang terkait dengan pengembangan SDM ini mampu menghapus inefisiensi ? Mampukah menciptakan dan menjaga kebutuhan SDM yang handal untuk Perusahaan di masa depan ? Jika tidak, jangan ada lagi proyek-proyek pengembangan SDM yang hanya menghabiskan keuangan perusahaan untuk kepentingan kelompok atau pribadi.


Saya berharap tulisan ini dapat menjadi otokritik untuk kita semua agar kehidupan kita lebih baik di masa yang akan datang. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari penerapam value creaton ala cow boy di masa yang lalu. Semoga Direktur SDM yang baru lebih hati - hati dalam menentukan kebijakan di masa yang akan datang.
Insya Allah....

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
 
Google
 

LINK