KEPEMIMPINAN PROFESIONAL JASA MARGA

Written by Heri Susanto on Kamis, Juli 17, 2008

LATAR BELAKANG

Inefisiensi bukan monopoli negeri ini. Negara sekaliber Amerika pun pernah mengalami. Namun akibat persoalan ini dunia terasa berhenti. Seluruh aktivitas kegiatan kehidupan terganggu karena jalanan macet akibat berbagai proyek pembangunan ruas jalan tol yang baru tersendat, akibat kurang tegasnya sikap pemerintah BPJT dalam menangani pembangunan infrastruktur di negeri ini..

Jasa Marga sebagai salah satu perusahaan yang membangun dan mengelola jalan tol ke seluruh negeri ini harus memiliki manajemen yang solid untuk mengatasi kebutuhan ruas jalan tol yang diinginkan masyarakat. Antisipasi kerusakan dan perawatan serta potensi ketidaklancaran arus lalu lintas kendaraan di jalan tol wajib dilakukan. Sumber inefisiensi harus dimusnahkan sehingga laba Jasa Marga harus meningkat dan mampu menyediakan ruas jalan tol yang layak untuk masyarakat.

Proyek-proyek yang digarap harus “Accountable” dan berguna bagi kepentingan yang lebih luas. Semangat GCG dengan diterbitkannya SK. DIR 01/2007 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa di lingkungan perusahaan. Kehadiran SK ini telah membuat “gerah” para “oknum” dan “rekanan” yang terbiasa main mata untuk mencari bocoran owner estimate untuk memenangi tender. Pada saat ini pola penerapan owner estimate diumumkan secara terbuka kepada seluruh rekanan pada saat aawyzing sehingga jual beli owner estimate menjadi dagangan yang tidak laku lagi.

Bandul etika bisnis telah bergaung kencang untuk mencegah terjadinya fenomena dugaan KKN yang terjadi pada masa lalu. Ada beberapa kejadian di proyek-proyek Jasa Marga ini di masa lalu yang sering menjadi ajang mencari untung pribadi, kalo perlu dibikin keliru dan dibatalkan sehingga dapat memainkan proyek baru. Praktek seperti ini , tidak akan terjadi lagi di Jasa Marga karena cerminan dari Transpransi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran sudah terakomodasi dalam SK Dir 01/2007. Batasan kewenangan dari pejabat structural pun dibatasi dalam menetukan proses lelang dan tender. Mencermati SK ini sudah mencakup adanya system pendelegasian wewenang, Reward dan Punishment yang fair. Jika Jasa Marga terus mengimplementasikan dengan konsisten dan persisten SK Dir 01/2007 maka dapat dipastikan akan menghapus inefisiensi.

Pertanyaan yang harus segera dijawab adalah apakah Jasa Marga mampu mendeteksi dan menghapus inefisiensi proses bisnis di seluruh unit unit kerja ? Mampukah menciptakan dan menjaga kebutuhan jalan tol untuk rakyat ??? Bagaimana sikap tegas Badan pengelola jalan tol dalam membuat aturan pembangunan ruas tol baru dan pengelolaan ruas tol yang ada ?


PKP DAN KSO

Beberapa daftar Perjanjian Kuasa Penyelenggaraan (PKP) dan Kerja sama operasi (KSO) yang dapat dijadikan pelajaran berharga meskipun telah menyebabkan kerugian perusahaan secara nyata dibawah ini. Hal ini terjadi karena kurangnya deteksi dini dan kemampuan telusur dari penanggungjawab masalah investasi di masa lalu yang kurang menguasai permasalahan hukum secara mendasar.

1. PT Citra Bhakti Margatama Persada (CBMP)
Perusahaann mengeluarkan Surat No. AA.02.1009, TANGGAL 25 Juli 2000 kepada CBMP mengenai pengakhiran PKP No. 96, tanggal 16 Desember 1995. Pengakhiran PKP tersebut mengakibatkan penyertaan Perusahaan pada perusahaan asosiasi ini tidak memiliki nilai ekonomis. Perusahaan mengakui adanya kerugian karena penurunan nilai yang bersifat permanen atas penyertaan saham pada perusahaan asosiasi ini sebagai beban pada tahun 2000 sebesar Rp 56.786.999.000 (Rupiah penuh)

2. PT Citra Ganesha Marga Nusantara
Perusahaan mengeluarkan Surat No. AA.HK01.1273, tanggal 25 Juli 2001 kepada CGMN mengenai pengakhiran PKP No.297 sebagai tindak lanjut dari Surat Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia (Menkimpraswil) No. 417, tanggal 18 Juli 2001 mengenai pencabutan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 321/KPTS/1994, tanggal 24 Oktober 1994 mengenai Pemberian Izin Kerjasama Penyelenggaraan Jalan Tol Cikampek – Padalarang kepada Perusahaan dalam bentuk usaha patungan dengan CGMN. Pengakhiran PKP tersebut mengakibatkan penyertaan Perusahaan pada perusahaan asosiasi ini tidak memiliki nilai ekonomis. Perusahaan mengakui adanya kerugian karena penurunan nilai yang bersifat permanen atas penyertaan saham pada perusahaan asosiasi ini sebagai beban tahun 2001 sebesar Rp 16.914.265.000 (Rupiah penuh).

3. PT Marga Nujyasumo Agung (MNA)
Perusahaan mengeluarkan Surat No. AA.HK.01.1274, tanggal 27 Juli 2001 kepada MNA mengenai pengambilalihan proyek yang dibangun oleh MNA dan melakukan pengahiran Perjanjian Kuasa Penyelenggaraan (PKP) No. 29, tanggal 5 Juli 1995 sebagai tindak lanjut Surat Keputusan Menkimpraswil No. 418/KPTS/M/2001, tanggal 18 Juli 2001 mengenai pencabutan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 103/KPTS/1995, tanggal 31 Maret 1995, mengenai pemberian izin kerjasama penyelenggaraan jalan tol Surabaya – Mojokerto kepada Perusahaan dalam bentuk usaha patungan dengan MNA. Pengakhiran PKP ini mengakibatkan penyertaan Perusahaan pada perusahaan asasiasi ini tidak memiliki nilai ekonomis, sehingga Perusahaan mengakui adanya kerugian atas penurunan nilai penyertaan yang bersifat permanen sebagai beban pada tahun 2001 sebesar Rp 2.223.990.000 (Rupiah penuh).

4. PT Citra Mataram Satriamarga Persada (CMSP)
Perusahaan mengeluarkan Surat No. AA.HK.02.820, tanggal 21 Juni 2000 kepada CMSP, mengenai pengambilalihan proyek dan pengakhiran PKP. Penyertaan Perusahaan pada perusahaan asosiasi ini dinilai sudah tidak memiliki nilai ekonomis, sehingga Perusahaan mengakui adanya kerugian atas penurunan nilai penyertaan yang bersifat permanen sebagai beban tahun 2000 sebesar Rp 4.724.999.000 (Rupiah penuh).


5. PT Marga Nurindo Bhakti (MNB)
Perusahaan mengeluarkan Surat No. AA.HK.02.1143, tanggal 11 Agustus 2000 kepada MNB, mengenai pengambil alihan proyek yang dibangun oleh MNB. Pengambilalihan proyek ini mengakibatkan penyertaan Perusahaan dinilai sudah tidak memiliki nilai ekonomis dan mengakui kerugian atas penurunan nilai penyertaan yang bersifat permanen sebagai beban tahun 2000 sebesar Rp 9.499.999.000 (Rupiah penuh).

6. Marga Mawatinddo Esprit (MME)
Berdasarkan Surat No. 001/SPK-DIR/2003, tanggal 6 Januari 2003, Perusahaan dan MME setuju dan sepakat untuk mengakhiri Perjanjian Kuasa Penyelenggaraan No. 58, tanggal 25 Pebruari 1998. Pengakhiran PKP ini mengakibatkan penyertaan pada perusahaan ini tidak memiliki niali ekonomis, sehingga Perusahaan mengakui adanya kerugian atas penurunan nilai penyertaaan yang bersifat permanen sebagai beban tahun 2002 sebesar Rp 2.780.861.876 (Rupiah penuh).

Kerja sama Operasi yang cenderung dapat merugikan Jasa Marga adalah :

1. PT Bangun Tjipta Sarana-yang membangun proyek pelebaran ruas tol Cawang-Cibitung dan Cibitung - Cikampek.
2. PT Adhika Prakarsatama pada proyek pelebaran ruas jalan tol Kebun Jeruk-Tangerang Barat.
3. CMNP bersedia membangun Harbour Road dengan lebar 3,5 m, namun realisasinya hanya 3,25 m.

Kepemimpinan Profesional

Kepemimpinan Profesional Jasa Marga yang unggul harus memiliki tiga serangkaian kepemimpinan, yaitu Visi, Nilai, dan Berani mengambil keputusan. Sebagai pemimpin, tuntutan pertama yang harus dimilikinya adalah ia harus punya visi ke mana Jasa Marga akan dibawa-dan selanjutnya bagaimana strategi serta implementasinya.

Apakah visi itu ? Visi mencerminkan kedalaman dan keluasan pemahaman yang memungkinkan untuk mendeteksi dan membentangkan pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan di masa depan yang membimbing pemimpin untuk membawa Jasa Marga memasuki masa depan. Tanpa visi, maka Jasa Marga akan sampai di tempat yang keliru. Jika Jasa Marga dimasa depan mempunyai pemimpin yang tidak mempunyai visi maka Jasa Marga tinggal menunggu waktu untuk lenyap.

Apakah nilai itu ? Nilai dari seorang pemimpin akan menentukan apakah ia dapat menjadi pemimpin yang efektif atu tidak. Sesungguhnya ada dua jenis nilai pemimpin, yaitu pemimpin yang berorientasi pada diri sendiri dan pemimpin yang berorientasi pada Jasa Marga. Pemimpin yang naik menjadi pemimpin karena hubungan kekerabatan, kolusi, suap, atau melalui proses yang “tidak wajar” cenderung menjadi pemimpin yang menguntungkan diri sendiri daripada perusahaan karena jabatan itu “dibeli” dan tidak “diamanahkan” kepadanya. Pemimpin yang naik melalui proses yang wajar-seleksi, kompetisi, valuasi, fit and proper-cenderung menjadi pemimpin yang lebih berorientasi pada perusahaan.

Keberanian mengambil keputusan adalah inti dari kepemimpinan. Tugas pemimpin adalah meminimalisir kerugian dari kesalahan dalam mengambil keputusan dan memaksimalisir keuntungan dalam mengambil keputusan. Setiap keputusan pasti mengandung kesalahan di dalam dirinya. Hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak pernah salah dalam membuat keputusan. Manusia-selama ia manusia-pastilah mempunyai sejumlah kelemahan. Pemimpin adalah manusia, dan harus sadar bahwa apa yang diputuskan ada unsur benar dan salahnya.

Sebenarnya, tantangan kepemimpinan bagi para CEO Jasa Marga di masa depan adalah mentransformasikan diri dari kepemimpinan yang birokratis menjadi kepemimpinan yang entrpreneurship. Kepemimpinan yang birokratis adalah kepemimpinan yang menjadikan aturan atau prosedur sebagai tujuan yang harus dicapai. Kepemimpinan entrpreneurship adalah kepemimpinan yang berpola kewirausahaan, semangat untuk mencari peluang dan menggunakan aturan serta prosedur sebagai wahana, bukan tujuan.

Proses transformasi kepemimpinan ini tidak semata-mata didasarkan pada adanya proses fit and proper, melainkan pada proses pembelajaran untuk mengubah dari seorang pemimpin yang ada menjadi pemimpin profesional, yaitu pemimpin yang mengetahui di mana ia memimpin dan memimpin organisasi itu sesuai dengan karakter organisasionalnya. Jadi, bagi pemimpin Jasa Marga masa depan, ia harus memahami bahwa organisasi yang dipimpinnya adalah sebuah badan usaha dan bukan birokrasi. Oleh karena itu, jiwa kewirausahaan menjadi nilai yang “wajib” di dalam profesi kepemimpinannya.

Kepemimpinan korporasi is a must, karena pada akhirnya leader matters. Pemimpinlah yang make things happen. Tantangan bagi manajemen adalah menemukan pemimpin-pemimpin korporasi yang mampu membawa Jasa Marga ke wahana korporasi kelas dunia.

Etika dan Hukum

Kepemimpinan Profesional adalah kepemimpinan yang mempunyai etika di dalamnya. Ketika sebuah keputusan diambil, leadership judgement tidak berhenti di dalam kompetensi kepengambilan-keputusan, namun juga di dalam tingkat kebenaran etis dari sebuah keputusan.

Etika adalah pembimbing moralitas yang mengacu pada penghargaan yang tinggi terhadap kemanusiaan. Etika meletakkan nilai kehidupan dan kesinambungan hidup sebagai komitmen keberadaannya. Etika menjaga nilai keharmonisan dalam hidup, baik itu manusia maupun organisasi, karena etika membangun dan menguatkan nilai fairness (keadilan), khususnya dalam berkompetisi dan beraliansi. Bahkan, etika membangun dan menguatkan nilai kesantunan atas dasar nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat luas. Etika bersifat imperatif, atau menjadi kewajiban, bagi setiap anggota komunitas di mana etika tersebut dibuat. Tujuan keberadaan etika adalah membangun manusia yang seutuhnya dalam koridor keberadaan umat manusia.

Bagaiman dengan hukum ? Jika etika adalah value, maka hukum adalah praktik dari value tadi. Bedanya, di dalam hukum, kita berhadapan dengan pihak lain tidak dalam posisi mencari kebaikan saja, namun lebih penting kebenaran. Di sini kita menemukan kebenaran lebih bersifat subjektif daripada kebaikan. Artinya, meskipun bagi kita tidak benar, namun jika pihak lain membenarkan perbuatannya, ia adalah kebenaran bagi pihak lain.

Apakah pentingnya memahami hukum bagi pemimpin profesional Jasa Marga di era globalisasi ? Bukankah ia memiliki manajer hukum di perusahaan kita ? Bukankah ia dapat menyewa penasihat hukum ? Hal demikian benar adanya, namun jika ingin memilih menjadi pemimpin yang profesional, alangkah baiknya mempunyai salah satu kriteria dari organisasi yang profesional yaitu organisasi tersebut dipimpin oleh pemimpin profesional yang memahami praktik sampai ke detail, meski tidak usah melakukan sampai ke detail. Kepemimpinan profesional perlu memahami segi-segi legal dalam kegiatan kerja sehari-hari dalam melakukan tugas kepemimpinanya.

Apakah kaitannya antara etika dan hukum dalam kepemimpinan profesional di era globalisasi ? Etika dalam perusahaan kita bukan lagi semata-mata masalah moralitas, tetapi lebih menjadi masalah hukum. Hukum menentukan perbuatan yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh pelaku bisnis, sedangkan etika menuntut lebih dari itu. Hukum pada dasarnya mendasarkan diri pada etika. Prinsip etika yang diangkat menjadi norma hukum adalah asas itikad baik. Artinya asas itikad baik adalah biasanya digunakan untuk menggambarkan pikiran yang jernih, bebas dari keinginan menekan pihak lain, dan mengacu pada saling percaya pada tugas atau kewajiban masing-masing pihak. Asas ini tidak ada perumusannya dalam hukum positif, melainkan timbul dari ilmu hukum dan yurisprudensi. Asas ini merupakan asas yang paling mendasar dari segala perbuatan hukum. Hukum melindungi pihak yang beritikad baik dan tidak melindungi pihak yang tidak beritikad baik. Kepemimpinan Profesional yang beretika dapat dipastikan akan menolak persetujuan hukum yang tidak beritikad baik, termasuk jika klausul itu berasal dari pihaknya.

Perusahaan juga sudah selayaknya memiliki komite-komite yang berada di komisariat. Komite-komite ini bertujuan untuk lebih menegakkan prinsip-prinsip good corporate governance yang terdiri dari : Komite audit, Komite nominasi, Komite remunerasi, Komite resiko, Komite privatisasi.

Tugas kepemimpinan profesional Jasa Marga di era globalisasi juga berkenaan langsung dengan hukum. UU No 1/1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 90 ayat 2 menyebutkan dalam hal kepailitan perseroan yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi, dan apabila kekayaan perseroan tidak cukup menutup kerugian perseroan, maka setiap anggoata direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dengan tanggung jawab ini, otomatis seorang pemimpin Jasa Marga yang profesional harus benar-benar memahami hukum secara mendalam. Semakin besar suatu perusahaan, semakin besar masalah hukum, dan semakin harus pula pemimpin Jasa Marga yang profesional di era globalisasi untuk belajar tentang hukum. Untuk menjaga agar perusahaan tetap Well Performed dan Well Managed maka Kepemimpinan profesional Jasa Marga dengan etika dan hukum di era globalisasi ini semestinya juga memberikan kepercayaan kepada karyawan yang mempunyai latar belakang pengalamannya dalam membangun dan memelihara ruas jalan tol untuk menjadi Direksi di Jasa Marga.. Paling tidak, Jasa Marga sudah harus mempersiapkan wacana untuk membentuk Direktorat Teknik guna mendukung Visi Perusahaan sebagai leader dalam memelihara dan mengembangkan jaringan jalan tol baru**** HS 5258

Semoga bermanfaat….

Perubahan terjadi karena kita berani berbuat dan berani bertindak ke arah yang lebih baik.

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
 
Google
 

LINK