RESIKO SISTEMIK DAN REFINANCING ASSET RECYCLING BUMN
Written by Heri Susanto on Selasa, Agustus 23, 2022RESIKO SISTEMIK DAN REFINANCING ASSET RECYCLING BUMN
DI SAAT RESESI EKONOMI GLOBAL TAHUN 2022
Oleh : Heri Susanto/05258
Ketidakpastian Perekonomian Dunia dan Resesi Ekonomi Global
Resiko sistemik ini ada dan kian hari semakin besar karena ancaman pandemi Covid 19 Varian baru BA4 dan BA5, perang antara Rusia dan NATO di Ukraina yang berdampak terjadinya krisis energi, krisis pangan, permasalahan supply chain dan krisis keuangan yang berujung pada resesi ekonomi global tahun 2022.
Resesi ekonomi global berpotensi jatuhnya Kurs Rupiah dan kenaikan Harga BBM di negeri ini. Ini akan berakibat terjadinya Inflasi dan Stagflasi. Inflasi dan stagflasi berpotensi menjadi penyebab defaultnya berbagai proyek Infrastruktur di Negeri Ini
BBM naik, dipastikan akan ada eskalasi harga pada proyek infrastruktur di negeri ini. Namun, eskalasi hanya dari perspektif karena naiknya harga BBM tidak akan menyelesaikan masalah perlambatan infrastruktur.
Permasalahan terbesar proyek infrastruktur karena masih banyaknya kandungan bahan import. Jika kurs 1 dolar tembus ke Rp 17.000,- dapat dipastikan proyek infrastruktur di negeri ini bukan hanya terjadi perlambatan tapi terjadi default.
Resiko Sistemik
Konsep Resiko Sistemik (systemic risks), sependek pengetahuan penulis, belum betul-betul dimengerti mekanismenya dan bagaimana cara mengukurnya. Resiko sistemik terjadi bila gagalnya Aksi korporasi Refinancing Asset Recycling BUMN berupa Divestasi dan Penawaran saham perdana ( Initial Public Offering/ IPO). Aksi korporasi yang gagal tidak sesuai dengan target "nilai dan waktu" yang telah ditetapkan di RJPP.
Kegagalan dapat mengakibatkan efek beruntun jatuhnya berbagai institusi lain. Hal ini juga terjadi sebagai efek samping dari sistem pasar yang terbuka seperti sekarang ini sehingga kepemilikan aset dan kewajiban bisa tersebar di mana-mana. Potensi kegagalan ini teramplifikasi karena sistem informasi yang canggih sehingga informasi bisa menyebar ke mana-mana dengan cepat. Penulis hanya bisa mengira-ira apakah akan ada kegagalan beruntun atau tidak. Ada banyak hal yang meningkatkan kemungkinan terjadinya efek beruntun ini.
Reaksi Publik
Pertanyaan yang relevan misalnya: siapakah institusi lain yang akan rugi jika program asset recycling BUMN tersebut gagal tidak sesuai target, seberapa kuatkah kondisi finansial institusi tersebut, apakah institusi-institusi tersebut memiliki kewajiban ke pihak-pihak lain dan begitu seterusnya.. .
Penting juga untuk menilai bagaimana reaksi publik terhadap munculnya berita bahwa suatu institusi akan jatuh (misalnya gagal bayar BUMN terhadap hutang). Penting juga untuk mengetahui reaksi pasar atas keputusan pemerintah. Biar bagaimanapun, anjloknya pasar saham ataupun rupiah akan menambah kepanikan publik. Tentu banyak pertanyaan lain yang juga relevan dan ini sulit dijawab tanpa data-data yang bagus. Dengan data yang bagus pun, tidak mudah untuk mengukur potensi resiko sistemik ini.
Capital Flight
Dari awal tahun 2022 lalu, penulis berpendapat bahwa ekonomi Indonesia secara relatif lebih lemah dari pada banyak ekonomi negara-negara lain. Indonesia tertolong hanya karena harga komoditas dan ekspor yang naik tinggi.
Di samping itu, kesehatan bank-bank besar di Indonesia juga dilaporkan relatif kurang baik. Di samping itu, kondisi ekonomi kawasan Asia Tenggara juga relatif tidak baik dan berbagai kawasan lain di dunia seperti Eropa dan USA, sama tidak baiknya.
Jika terjadi panik di negara-negara berkembang, kemungkinan investor untuk meninggalkan Indonesia relatif lebih besar karena dari segi ranking negara dan kawasan, kita relatif di bawah. Di sini ranking menjadi penting karena investor global perlu menaruh dananya di suatu tempat, dan bila mereka ingin pindah, tempat itu adalah yang rankingnya di atas. Capital flight hampir pasti akan terjadi, jika terjadi bank run. Dan bank run akan menjadi-jadi jika terjadi capital flight
Jadi, saat ini, resiko capital flight dari global investor ke luar Indonesia relatif lebih besar dibanding jika kondisi ekonomi dan perbankan lebih jelek dari negara lain. Di lihat dari kacamata ini, Refinancing Asset Recycling BUMN kecil kemungkinannya untuk sukses.
Institusi Keuangan
Lalu, siapa sajakah institusi keuangan yang akan rugi jika Asset Recycling BUMN gagal ? Seberapa kuatkah kondisi finansial BUMN ? Apakah institusi keuangan juga punya kewajiban besar ke pihak lain? Penulis tidak tahu.
Penulis juga tidak tahu seberapa baik data-data dan analisa yang dimiliki Pemerintah saat ini.****HS05258